Visión: Berdebu [Chapter 6]

Source: Google
Selasa, 17 November 2016

Setelah memecahkan clue itu, aku langsung menuju ke rumah bagus, walaupun sebenarnya ini sudah larut malam.

Benar, benar sekali! Ini rumahnya! Aku melihat sekelilingku! Ya, persis seperti yang ada dalam clue tersebut! Aku hanya berdiri disana memandang rumah yang gelap. Sepertinya bagus ketakutan sampai-sampai dia tidak menyalakan lampu rumahnya.

“Pak, permisi numpang nanya. Yang punya rumah itu sekarang dimana ya? Mm... soalnya lama nggak keliatan.”, tanyaku kepada seorang bapak-bapak yang sedang nongkrong didepan rumahnya.

“Waduh, kurang tahu dek. Dia nggak terlalu ngumpul sama orang-orang sini, jadi... saya nggak tahu dek”, jawabnya seperti orang yang sedang menutup-nutupi sesuatu

“Eh, dek. Sebaiknya kamu jangan dekat-dekat sama yang punya rumah ini”, lanjut bapak itu berbisik kepadaku ketika aku beranjak menuju rumah Bagus

“Ha? Emangnya kenapa pak?”, tanyaku berpura-pura tidak tahu

“Akhir-akhir ini polisi sering banget datang ke rumah itu, ya nyari si pemilik rumah itu. katanya dia sudah membunuh istri, anak, dan temannya sendiri!”, lanjutnya lagi

Aku berpura-pura tidak percaya akan hal itu, lalu tetap pergi menuju rumah Bagus. Aku menengok kedalam jendela kaca yang kebetulan tidak tertutup tirai.

“aneh, masih cukup rapi”, pikirku

Aku kembali memeriksa mulai dari depan, samping, lalu yang terakhir bagian belakang. Aku dikagetkan oleh suara gedubrak yang sangat keras di sebelahku, tepatnya di belakang rumah itu, disamping dinding yang sangat gelap pekat. Aku mendekati kegelapan itu dengan penuh kehati-hatian.

“Siapa?”, tanyaku sambi terus mendekat

Aku merasakan ada seseuatu yang mendekatiku dari kegelapan itu. aku berhenti dan mulai melangkah mundur, tetapi dia semakin dekat, semakin dekat, dan semakin dekat! Lalu dia muncul dari kegelapan itu!

“meong”, huh, ternyata Cuma seekor kucing. Aku langsung meraih kucing hitam itu dan menggendongnya. Apa yang dilakukan seekor kucing disini.

“Bruakk!!”, sebuah benda tumpul dengan keras dipukulkan kepunggungku, hingga aku terjatuh! Aku mencoba melihat siapa orang itu sambil menahan sakit, ternyata dia Bagus! Aku segera bangkit karena dia kembali mencoba memukulku bertubi-tubi dengan kayu yang dipegangnya itu.

Aku berhasil menangkap kayu itu, ketika Bagus hendak memukulku untuk yang kesekian kalinya. Aku mengambil kayu itu dan memukulnya tepat di leher belakangnya sampai dia tersungkur di tanah

“Jadi, setelah membunuh mereka, kau akan membunuhku juga, hah?”, ujarku penuh amarah. “Kau boleh saja membunuhku, tetapi ketika aku telah mati, aku tidak akan tinggal diam”. Dia melotot kearahku setelah aku mengatakan itu, seolah-olah dia pernah mendengar kata-kata seperti itu sebelumya.

Aku mengambil tali tambang yang berada di dekat sana, aku akan mencekiknya dengan tali itu sampai dia mati! Dia cukup cerdik rupanya, dia sebelumnya telah membawa pisau yang dia sembunyikan di celananya.

Aku lagi-lagi berhasil menghindar, tetapi tidak cukup baik, tanganku terkena pisau itu hingga berdarah. Sekali lagi aku mencoba menjatuhkannya meskipun tanpa senjata. Aku berhasil mendapatkan tangan kanannya yang memegang pisau dengan menggunakan tali tambang. Aku tarik tangannya kebelakang punggungnya, dan langsung meraih pisaunya.

Bagus mencekik leherku dengan tangan kirinya, , tetapi aku tidak bisa melepaskan kedua tanganku yang sedang menggenggam tali tambang. Aku hampir saja kehabisan nafas, sampai akhirnya, aku menarik tali itu lebih erat, sampai bagus merasa kesakitan, dan melepaskan tangn kirinya dari leherku.

Aku kembali mengatur nafasku yang tersengal-sengal. Sedangkan bagus memegangi tangnnya yang sudah membiru.

“Aku akan membalaskan dendam orang-orang yang telah kau bunuh!”, aku berlari ke arahnya dan menendangnya tepat di perut, dia menangkisku dan mengayunkan tangan kanannya ke wajahku. Aku mencoba  menghindarinya, tetapi dia berhasil menghajar pipiku hingga aku terjatuh dan kepalaku terbentur wastafel bekas yang terbuat dari keramik. Bagus angsung mencengkram kepalaku yang telah terbentur dan membenturkan kepalaku kembali sampai beberapa kali.

Aku melihat bagus meraih pisau yang tergeletak di atas tanah dengan kondisi kepala yang pening, dan kini aku melihat pisau itu menggandakan dirinya menjadi dua, tidak! Tiga. Ya, tentu ini adalah efek dari kepalaku yang pening. Aku dengan jelas melihat Bagus hendak menikamku. Dia mengacungkan pisau itu ke atas dan terhenti disana. Tangannya gemetaran. Sepertinya dia ragu.

“Aku tidak bisa!”, teriaknya dengan sangat keras. Perlahan dia merintih, menangis, dan pisau yang sempat digenggamnya terlepas dan kembali menyentuh tanah. Bagus kini terduduk lesu. Yang dilakukannya hanya melihat tangannya sendiri yang gemetaran.

“Aku nggak bermaksud membunuh mereka”, ujarnya parau.

“Itu yang dikatakan semua pembunuh!”, gertakku pada Bagus. “Kamu harus membayar nyawa-nyawa yang kamu bunuh, dengan NYAWA!!”, gertakku lagi sambil berlari kearahnya dan mendorongnya hingga dia terjatuh, dan memukulnya berulang kali. Tidak ada perlawanan, dia hanya diam, dan menerima semua pukulanku.

Aku meraih pisau di tanah dan hendak menikam Bagus. Tetapi tiba-tiba saja sesuatu menahanku, aku tidak bisa menjelaskannya, karena ini begitu aneh! Mataku tiba-tiba saja seperti mendapatkan penglihatan sesaat, nafasku tiba-tiba saja sesak sesaat, dan tanganku menjadi dingin dan kaku.

Sialan! Aku kaget dan sontak menjaga jarak dari Bagus. Kemudian Ori datang kepadaku.

“Apa yang kamu tunggu?, bunuh dia sekarang”, ujar Ori dengan nada yang dingin

“Aku nggak bisa”, balasku singkat

“Nyawa harus dibayar nyawa, ingat?”, ucapnya lagi

Penglihatan itu datang lagi, kini aku melihat Talia dan Tanti. Talia memegang pundakku dan tersenyum. Kemudian mereka berdua hilang menjadi debu yang dihembuskan angin. Sepertinya aku tau apa yang ingin disampaikan oleh Talia. Dia memang tidak berkata apa-apa padaku, tetapi sepertinya dia sudah memaafkan Bagus, dan seharusnya aku juga.

“nggak! Aku nggak bakal ngebunuh Bagus!”, teriakku pada Ori

“Lakukan sekarang juga!!!”, dia berteriak kepadaku

“nggak!!”, bentakku lebih keras dari sebelumnya

Ori sepertinya tidak menerima gertakanku, kini seluruh tubuhnya diselubungi cahaya hijau gelap, dan perlahan kulit dan dagingnya melepuh,hangus dan memperlihatkan tulang belulang, serta belatung yang juga ikut keluar dari tubuhnya.

Ori berjalan menuju arahku kemudian dia berlari. Tetapi dia tiba-tiba saja dia berlari ke arah Bagus dan merasuki Bagus.

“oke, kalau kamu nggak mau ngikutin kata-kataku, maka kamu yang harusnya aku bunuh”, ujar Ori dingin kemudian dia menghajar perutku, pukulannya sangat keras, sampai aku merasakan sakit yang luar biasa di  perut. Dia menendang kepalaku sampai darah keluar dari hidung dan bibirku. Dia mengangkat, kemudian membantingku di tanah, sampai aku merasa tidak kuat lagi berdiri.

Ori meraih pisau, kemudian menikamkannya padaku! Tetapi pisau itu terhenti tepat di atas dadaku! Tangan Ori tidak dapat bergerak, dan dia berusaha mendorong pisau itu agar menusuk dadaku! Tetap saja tidak bisa.

Akhirnya Ori putus asa, dia menarik pisau itu. “kalau aku nggak bisa bunuh kamu, aku akan bunuh Bagus!”, ucapnya sambil mengarahkan pisau itu ke perut bagus!

Lagi-lagi pisau itu terhenti. Entah, Bagus seolah-olah kesakian dan terjerembab ke tanah. Beberapa saat kemudian dari tubuh bagus keluarlah asap berwarna hijau yang seolah-olah ditarik ke langit, bersamaan dengan itu, aku mendengar suara jeritan Ori yang sangat keras.

Sepertinya sudah usai, Ori telah musnah, dan meninggalkan aku bersama bagus disini. Kebingunganku datang lagi. apa sebenarnya yang terjadi dibalik ini semua? bagaimana bisa Bagus membunuh anak, istri dan sahabatnya?

Bagus terbangun, tetapi dia nampak lemas. Apa yang harus aku lakukan? Menginvestigasinya? Tidak, jangan sekarang, aku terlalu bingung. Pada akhirnya aku mengangkatnya, membawanya masuk ke dalam rumah, tepatnya ke gudang. Aku kunci gudang itu agar dia tidak dapat kabur.

Setelah itu aku pergi ke kantor polisi, dan melaporkan keberadaanya. Ya, para polisi itu langsung mendatangi rumah Bagus dan memenjarakannya.



*Bersambung*

Komentar

Postingan Populer