Melacak sejarah Glenmore (3)

Hello gaes, long time no see, oke saya mau ngelanjutin ini sulu yaa buat syarat aja sih ._.
Open Door Policy awal pembuka berdirinya Kota Glenmore
( melacak sejarah Glenmore bagian 3 )
By : M.Iqbal Fardian
Sebagaimana disinggung di bagian pertama, bahwa nama Glenmore dikaitkan dengan kepemilikan bangsawan Skotlandia yang bernama Ros Taylor. Pendapat ini akan memunculkan kontroversi karena Ros Taylor berasal dari Skotlandia, padahal pada saat itu Indonesia di jajah oleh pemerintah kolonial Belanda, bukan Skotlandia. Untuk menjawab kontroversi ini kita dapat mengamati perjalanan kolonialisme di Indonesia Pasca kebijakan Tanam paksa (Cultuurstelsel) Pada masa Gubernur Jendral Johannes van den Bosch.
Adapun kebijakan tanam paksa ini mulai diberlakukan pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.
Seiring dengan perubahan konstelasi politik di negeri Belanda dengan berkuasanya kelompok liberal di parlemen Belanda, yang menentang keras kebijakan tanam paksa. Dengan alasan hak azazi manusia, kelompok liberal menentang keras kebijakan tanam paksa. Selanjutnya kebijakan tanam paksa terpaksa dihentikan dengan dikeluarkannya Undang-undang Agraria dan Undang-undang Gula pada tahun 1870 dan mengawali masa liberalisasi ekonomi di tanah jajahan.
Gerakan liberalisme di negeri Belanda dipelopori oleh para pengusaha swasta. Liberalisasi ekonomi ini sebenarnya merupakan cikal bakal paham kapitalisme, kebebasan yang mereka perjuangkan terutama kebebasan di bidang ekonomi. Kaum liberal di negeri Belanda berpendapat bahwa seharusnya pemerintah tidak ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi. Hal ini berkaitan berdasarkan dogma sentral dari sistem ekonomi ini adalah semua kegiatan ekonomi di serahkan kepada mekanisme pasar
Mereka menghendaki agar kegiatan ekonomi ditangani oleh pihak swasta, sementara pemerintah bertindak sebagai pelindung warga negara, menyediakan infrastruktur, menegakkan hukuman dan menjamin keamanan serta ketertiban.
Tokoh yang mengeluarkan undang-undang ini adalah de Waal, Menteri Jajahan dan Perniagaan Belanda. Secara umum, Undang- Undang Agraria 1870 bertujuan melindungi hak milik petani atas tanahnya dan penguasaan pemodal asing, memberi peluang pada pemodal asing untuk menyewa tanah dari penduduk Indonesia, dan membuka kesempatan kerja pada penduduk Indonesia, terutama buruh pekerjaan.
Isi terpenting dalam UU Agraria 1870 adalah pemberian hak erfpacht, semacam Hak Guna Usaha, yang memungkinkan seseorang menyewa tanah terlantar yang telah menjadi milik negara yang selama maksimum 75 tahun sesuai kewenangan yang diberikan hak eigendom (kepemilikan), selain dapat mewariskannya dan menjadikan agunan.
Ada tiga jenis hak erfpacht.
1. Hak untuk perkebunan dan pertanian besar, maksimum 500 bahu
dengan harga sewa maksimum lima florint per bahu;
2. Hak untuk perkebunan dan pertanian kecil bagi orang Eropa “miskin”
atau perkumpulan sosial di Hindia-Belanda, maksimum 25 bahu
dengan harga sewa satu florint per bahu (tetapi pada tahun 1908
diperluas menjadi maksimum 500 bahu);
3. Hak untuk rumah tetirah dan pekarangannya (estate) seluas
maksimum 50 bahu.
Dalam Undang-Undang Agraria 1870 secara jelas disebutkan bahwa Gubernur Jenderal tidak diperbolehkan menjual tanah pemerintah. Tanah dapat disewakan paling lama 75 tahun. Yang disebutkan sebagai tanah milik pemerintah adalah hutan yang belum dibuka, tanah yang berada di luar wilayah desa dan penghuninya, dan tanah milik adat. Sedangkan tanah penduduk adalah semua sawah, ladang, dan sejenisnya yang dimiliki langsung oleh penduduk.
Dengan diberlakukannya liberalisasi ekonomi di Hindia Belanda akhirnya memberikan kesempatan kepada pemodal asing untuk menanamkan modalnya di Hindia Belanda, dengan mendirikan perkebunan-perkebunan tebu, kopi, teh, tembakau, kina dan kopra. Industrialisasi pertanian yang terjadi idealnya harus di mudahkan dengan infrastruktur berupa jalan raya, jalan kereta api, irigasi, pelabuhan dan telekomunikasi yang memadai.
Maka pada kisaran masa tahun-tahun 1870 – 1900 pemerintah Hindia Belanda mulai membangun infrastruktur untuk mendukung industrialisasi di wilayah-wilayah yang ditawarkan kepada para pemodal asing.
Dengan demikian asumsi bahwa pembelian lahan perkebunan oleh Ros Taylor dari Skotlandia kepada pemerintah Belanda pada tahun 1909 memiliki keselarasan informasi berdasar perubahan pola kebijakan yang sentralistis menjadi pola kebijakan yang memberikan peran kepada sektor swasta.
Open Door Policy ini ruang bagi pengusaha asing untuk menanamkan modalnya di Hindia Belanda menjadi terbuka lebar. Asumsi ini diperkuat dengan adanya Traktat Sumatara pada tahun 1871 yang memberikan kebebasan bagi Belanda untuk meluaskan wilayah hingga ke Aceh. Dan sebagai imbalannya, Inggris meminta Belanda menerapkan sistem ekonomi Liberal di Hindia Belanda agar pengusaha Inggris ( Britania Raya ) dapat menanamkan modalnya di Indonesia
Berdasarkan asumsi-asumsi diatas alasan mengapa pemilik Glenmore adalah bangsawan yang berasal dari Skotlandia terjawab. Seperti kita ketahui bersama bahwa Skotlandia merupakan bagian dari Britania Raya.
Salah satu keuntungan yang bisa dirasakan dengan masuknya pemodal asing di wilayah jajahan adalah terjadinya perubahan kehidupan masyarakat dengan meresapnya ekonomi capital, timbulnya kelas baru, dan tumbuhnya permukiman baru di sekitar perkebunan sehingga kelak akan menjadi kota-kota baru di sekitar perkebunan. Berdasarkan teori ini kebenaran munculnya wilayah baru yang bernama Glenmore memiliki alur teoritis yang memadai.
Dengan dibukanya wilayah-wilayah hutan menjadi wilayah perkebunan, maka menjadikan wilayah ini menjadi sebuah surga baru bagi masyakat luar daerah khususnya Madura untuk untuk datang mengadu nasib ke Glenmore.Tercatat tidak kurang dari 833.000 orang madura pindah ke Jawa timur bagian timur ini. Dari sumenep tercatat tidak kurang dari 10.000 orang pindah ke daerah ini setiap tahunnya (Koloniaal Verslag 1892′ Bijlage C, No.22:3). Dan salah satunya ke wilayah yang disebut oleh Ros Taylor sebagai Glenmore. Tidak hanya pendatang dari Madura ada juga dalam kelompok-kelompok non Madura yang masuk ke Glenmore, misalnya pendatang dari Madiun, Malang, Ponorogo dan kelompok etnis China dan Arab dan lain sebagainya. Hal ini dapat di buktikan sampai saat ini ada beberapa wilayah di Glenmore yang memiliki nama yang ‘ njawani ‘ misalnya : Megelenan, Mediunan dan lain sebagainya.

Komentar

  1. Slotyro Casino & Hotel - Mapyro
    Welcome to CasinoYro! A world-class gaming experience with 포천 출장마사지 multiple 포항 출장마사지 gaming options and a full-service spa. 김제 출장샵 Visit CasinoYro and 사천 출장마사지 enjoy a 24-hour 오산 출장안마 front desk

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer