INDERA: Ingatan [Prolog]

source: Google.com
Bertahun-tahun yang lalu aku diadopsi  dari panti asuhan oleh seseorang pria yang menyamar sebagai dokter. Aku masih ingat kemeja, dan kacamata yang dipakainya. dia menggandeng tanganku menuju mobil sedannya, dan mengendarai mobil itu seperti orang-orang pada umumnya. Entah aku harus bahagia atau apa, tetapi dia tidak berbicara sepatah katapun sepanjang perjalanan, sampai mobil itu berhenti di sebuah rumah yang cukup besar. Ya, waktu itu aku masih kecil dan polos, sehingga aku menjadi sangat gembira dengan rumah itu. 

“Iya, sabar dulu.”, ujar orang itu singkat ketika aku menarik-narik bajunya dengan smangat. Oh, namanya Pak Sur, dia memberitahu namanya ketika kami berjalan hendak menuju pintu depan. Aku menggandeng tangannya terus, dan tidak melepaskannya. Ya, maklum, aku tidak pernah tahu siapa ayah ataupun ibuku. Aku percaya sekali Pak Sur dapat menjadi ayah yang terbaik untukku.

Kami pun memasuki rumah, dan langsung disambut oleh pembantu rumah tangga Pak Sur, namanya Bibi Yem, dia gemuk, dan suara tertawanya sangat lucu, seperti orang yang terkena asma. Dia yang mengasuhku selama dirumah itu, dia selalu memintku untuk membantunya memasak, ya walaupun pada akhirnya, aku hanya membuat keonaran di dapur. Bahkan, aku pernah melakukan sesuatu yang membahayakan nyawa Bibi Yem, aku bersi keras ingin memotong daging dengan pisau, entah daging itu yag terlalu keras, atau pisau itu yang tumpul, tetapi yang pasti pisau itu terpental dan hampir mengenai kaki Bibi Yem. Aku sangat takut Bibi akan memarahiku, tetapi dia tidak melakukan hal yang seharusnya dia lakukan.

Walaupun membutuhkan waktu pendekatan yang lebih lama dari pada Bibi Yem, akhirnya aku dan Pak Sur seolah-olah menjadi anak dan ayah seperti orang-orang diluar sana. Seiap malam setelah Pak Sur pulang dari rumah sakit, dia selalu menyempatkan untuk bermain-main dengan ku, dan membacakan dongeng sebelum tidur. Dia juga menyekolahkanku di sekolah Dasar internasional, walaupun aku sebenarnya tidak suka bersekolah disana. Bukan karena aku tidak memiliki otak yang pandai, ataupun aku tidak dapat beradaptasi. Tetapi sejak kecil aku  tidak suka menghambur-hamburkan uang, menurutku Sekolah Dasar internasional, swasta, ataupun negeri sama saja.

Hidupku kini telah berubah, aku tidak perlu lagi mencari siapa ayah dan ibuku , karena  aku memiliki ayah dan sosok ibu baru dalam hidupku. Ya, hidupku berjalan sanga-sangat normal dan sangat mulus, aku mendapat juara kelas paralel di sekolah, dan semua kebutuhanku terpenuhi.

Tetapi, semuanya berubah dalam sehari. Waktu itu malam sedang turun hujan yang sangat deras, Pak Sur pulang dengan keadaan basah kuyup dan jalannya terhuyung-huyung. Bibi Yem waktu itu sedang berada di dapur. Aku langsung menghampiri Pak Sur dan  bertanya apa yang telah terjadi padanya. Tetapi dia tidak menjawab, tubuhnya semakin lemas. Aku langsung membawanya ke sofa terdekat, dan memastikan tidak terjadi apa-apa.

Tak lama kemudian, Bibi Yem datang, dia sangat panik dengan keadaan Pak Sur. Dia bilang Pak sur memang kurus, tetapi dia tidak pernah memiliki penyakit apapun. aku dan bibi langsung menggotong Pak sur menuju kamar dan merebahkannya di kasur. Aku dan Bibi Yem tidak tahu apa yang harus kami lakukan, jadi pada malam itu, kami memutuskan untuk membiarkan Pak Sur istirahat di kamarnya.

Hujan tak kunjung reda. Aku terbangun dari tidur, karena suara petir yang amat keras dan juga karena aku hendak kencing. Aku berjalan menuju kamar mandi dengan setengah mengantuk. Tetapi sepertinya baru saja melihat sesuatu yang aneh. Aku melihat cahaya dari arah dapur, tentu aku dapat memastikan cahaya itu berasal dari dapur, karena seluruh ruangan gelap, seluruh lampu dimatikan. Apakah itu Bibi Yem? Kenapa malam-malam begini berada di dapur?

Kulangkahkan kakiku perlahan-lahan menuruni tangga, agar aku tidak terjatuh dan mengagetkan Bibi Yem. Cahaya lampu dari dapur semakin membuat mataku jelas melihat kedalamnya. Dan tidak mungkin! Apa yang aku lihat ini?! Bibi Yem tergeletak dengan lubang di kepala dan darah yang berlumuran ditubuhnya.

“Maaf Chandra, Ayah nggak punya pilihan lain”, ujar Pak Sur sambil menangis. Dia berjalan ke arahku dengan tangan menggenggam pistol dan darah yang berlumuran di tangannya. Ternyata yang kudengar tadi bukan suara petir, melainkan suara pistol Pak Sur!

Aku ketakutan, dan tidak bisa menahan air mata yang keluar dari mataku, tidak mungkin Bibi Yem tewas, tidak mungkin Pak Sur bisa sekeji ini!

Tetapi tiba-tiba saja, suara tembakan lain terdengar dan peluru kedua melesat ke kepala Pak Sur sendiri! Tidak, dia tidak bunuh diri, tetapi dia ditembak oleh orang lain. Sebelum benar-benar Tewas, Pak sur menyuruhku untuk berlari dari tempat itu. aku pun berlari menuju pintu depan, tetapi aku terlambat. Seorang wanita berpakaian serba hitam telah berdiri disana. Dia mengulurkan tanyannya padaku. Dan entah tiba-tiba saja, air mataku terhenti, tubuhku berjalan ke arahnya tanpa kukendalikan, pikiran dan perasaanku sungguh tenang. Kemudian aku terjatuh tepat dihadapannya. Dan semuanya berubah menjadi gelap.

Aku terbangun di sebuah ruangan yang berbentuk tabung dan memiliki dinding yang terbuat dari kaca. Aku dapat melihat beberapa anak lain seumuranku yang diletakkan di tabung sama sepertiku. Beberapa diantara mereka tergeletak begitu saja, dan dibiarkan oleh orang-orang yang sepertinya bertanggung jawab atas semua ini. apa yang sebenarnya mereka lakukan? Apa yang sebenarnya mereka inginkan? Kami hanyalah anak kecil!

Aku berteriak sekencang-kencangnya tetapi kaca itu sepertinya kedap suara, aku berusaha memukuli dan menendangi kaca itu berulang kali, berulang kali, dan berulang kali. Tiba-tiba saja mataku tertuju pada tabung seorang anak perempuan, asap berwarna biru memasuki tabungnya hingga penuh dan membuat anak perempuan itu menjadi tidak sadarkan diri! Tidak! Jangan lakukan itu kepadaku! Aku tidak mau asap itu masuk kesini! Tetapi aku tidak dapat mencegah hal itu, dan benar saja asap itu keluar dari beberapa pipa di atas tabung dan langsung menyeluruh dan menutupi pandanganku! Aku berusaha menahan nafas selama mungkin, tetapi sia-sia saja. Akhirnya aku menghisap asap itu sangat banyak, sampai aku merasakan bau asap itu menyengat di hidungku. Aku tidak kuat lagi, tubuhku lemas, mataku tidak dapat melihat dengan jelas, lalu perlahan menutup kembali.

Kini aku terbangun di sebuah kamar dengan beberapa orang didalamnya. Kami menggunakan pakaian yang seragam. Kami tidak berbicara satu sama lain, tetapi pandangan kami tidak pernah lepas satu sama lain. Kami kemudian digiring menuju sebuah ruangan yang lebih luas dan lebih banyak orang didalamnya. Seorang wanita memasuki ruangan itu bersama dua orang pengawal. Kemudian dia berbicara, “Selamat datang anak-anak yang luar biasa. Kalian adalah anak-anak terpilih yang akan mengubah dunia. Aku yakin ayah dan ibu kalian, bahkan dunia  bangga dan sangat mencintai keberadaan kalian.....”, seketika itu aku teringat Pak Sur yang membunuh Bibi Yem, Cih! Apanya yang cinta! Andai saja aku tidak memilih untuk ikut Pak Sur untuk tinggal dirumahnya, pasti kehidupanku akan leih baik, walaupun aku harus tinggal di Panti Asuhan.

“......Tujuan kalian dikumpulkan kesini, karena kalian telah ditakdirkan untuk memperbaiki kondisi bumi yang telah kacau balau. Bumi yang telah lahir ratusan ribu yang lalu, kini tengah menangis karena ulah manusia-manusia yang buruk. Maka dari itu, berjanjilah kepadaku bahwa kalian akan membela kebenaran, dan menumpas kejahatan, demi masa depan peradaban manusia, apakah kalian bersedia?”, lanjutnya bertanya kepada kami

“Bersedia!”, ujar semua anak-anak yang berada disekelilingku, kecuali aku, entah ada berapa, sepertinya sekitar 30-an anak.

“Baiklah, sebelum itu kalian harus bersumpah kepadaku, ikuti kata-kataku”, ucap wanita itu, “Atas nama Perdamaian, aku akan menjaga perdamaian, karena akulah rasa damai. Atas nama Kesetiaan, aku akan tetap setia, karena akulah kesetiaan. Atas nama peradaban manusia, aku akan menjaga peradaban manusia, karena akulah manusia”, ujar wanita itu dan kemudian diikuti oleh kami.

Wanita itu kemudian berpaling dan pergi dari ruangan itu. kemudian satu-persatu dari kami dibawa oleh seorang petugas. Petugas yang bersamaku membawaku ke sebuah kamar, dia membaringkanku dan menyuntikkan sebuah cairan hitam ke tanganku. Dan aku tidak mengingat apapun setelah itu

*********

Komentar

Postingan Populer